Semenjak pandemi COVID-19, hadir beberapa istilah di tengah masyarakat, yang mewakili reaksi masyarakat di tengah pandemi. Dua dari istilah yang sekarang menjadi akrab di telinga masyarakat adalah panic buying dan panic selling. Lantas, apa makna dari istilah ini? Ulasan berikut akan membawamu mengenal panic buying dan panic selling di masa pandemi COVID-19.   

Apa Itu Panic Buying Pandemi COVID-19? 

Panic buying bisa dibilang sebagai salah satu istilah yang paling populer di masa pandemi seperti sekarang ini. Istilah satu ini terutama sekali sering didengar di awal pandemi, kala masyarakat dianjurkan untuk tetap berdiam di rumah atau stay at home, untuk bisa mencegah terjadinya penularan COVID-19 secara meluas. 

Panic buying pandemic COVID-19 merujuk pada perilaku masyarakat di masa pandemi, yang melakukan pembelian dalam jumlah besar atau banyak. Adapun pemicu perilaku ini adalah karena takut kehabisan barang kebutuhan, khususnya barang kebutuhan pokok, serta untuk dijadikan sebagai cadangan di tengah kondisi yang bisa dibilang darurat. 

Perilaku panic buying ini terutama sekali bisa dilihat di awal pandemi COVID-19. Pada awal pandemi di mana pemerintah menerapkan peraturan untuk diam di rumah, masyarakat menyerbu pusat perbelanjaan untuk membeli kebutuhan pokok seperti bahan makanan, obat-obatan, serta alat kesehatan seperti masker dan hand sanitizer.  

Perilaku seperti ini tentu bukan hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan juga di belahan dunia lainnya. Bahkan, masyarakat ada yang saling berebutan untuk bisa mendapatkan kebutuhan pokok yang mereka incar. Salah satu pemicu utama dari perilaku ini adalah rasa panik, cemas,  dan takut tak akan bisa bertahan di tengah pandemi. 

Efek dari Panic Buying Pandemi COVID-19

Sembari mengenal panic buying dan panic selling di masa pandemi COVID-19, kamu juga akan memperoleh informasi mengenai efek dari panic buying di masa pandemi ini. Meskipun memberikan rasa aman bagi orang yang merasa berhasil menstok barang kebutuhannya, namun disisi lain panic buying malah menimbulkan efek yang terbilang tak begitu bagus. 

  1. Kelangkaan Barang 

Saat banyak orang melakukan panic buying, sudah tentu barang akan menjadi cepat habis. Akibatnya, barang pun menjadi sulit untuk dicari. Kamu mungkin sudah merasakan bagaimana sulitnya mencari masker dan hand sanitizer di awal pandemi, karena banyak orang yang membelinya secara borongan atau dalam jumlah banyak. 

  1. Harga Barang yang Meningkat

Saat suatu barang menjadi langka atau susah didapat, maka kondisi yang kerap timbul adalah melonjaknya harga barang tersebut. Tak hanya puluhan persen saja, namun kenaikannya bisa jadi ratusan persen. Hal ini tentu akan sangat merugikan masyarakat, terutama sekali masyarakat yang kondisi ekonominya menengah ke bawah.  

Apa Itu Panic Selling Pandemi COVID-19? 

Pada saat pandemi, tak hanya panic buying yang terjadi, namun juga panic selling. Panic selling pandemi COVID-19 merujuk pada kondisi di pasar modal, di mana para investor menjual atau melepas saham yang dimilikinya, tanpa mempedulikan harga dari saham tersebut , karena dipicu oleh rasa panik, cemas, dan takut karena pandemi. 

Sama halnya dengan panic buying, panic selling yang dilakukan oleh para investor ini utamanya juga terjadi di masa awal pandemi. Akibat dari kepanikan akibat pandemi yang melanda, para investor memilih untuk melepas saham yang dimilikinya tanpa melakukan analisis yang rasional terlebih dahulu, karena takut harga saham tersebut jadi semakin jatuh nantinya. 

Efek Panic Selling Pandemi COVID-19

Fenomena panic selling yang terjadi di kala pandemi COVID-19, sedikit banyaknya tentu memberikan efek buruk pada pelaku pasar modal. Apalagi jika mengingat para investor memilih untuk menjual sahamnya, tanpa mempertimbangkan nilai dari dari saham yang dijualnya tersebut. Simak berikut ini beberapa efek dari panic selling tersebut. 

  1. Kerugian Pemilik Saham 

Saat melakukan panic selling, pemilik saham akan menjual saham yang mereka miliki di angka berapa pun. Tujuannya hanya satu, sahamnya terjual walau berapapun harganya. Kondisi ini tentu bisa menyebabkan kerugian bagi si pemilik saham, apalagi jika mengingat saham tersebut dibelinya dengan harga yang tinggi, namun harus dijual dengan harga lebih rendah. 

  1. Kehilangan Kesempatan Memperoleh Keuntungan Lebih 

Panic selling pandemic COVID-19 juga bisa memicu para pemilik saham atau investor melewatkan kesempatan emas untuk memperoleh keuntungan lebih banyak di masa depan. Bisa jadi saham yang sekarang dilepasnya, malah akan membumbung tinggi nilainya di masa depan. Maka dari itu, sangat perlu dilakukan analisa sebelum menjual saham di tengah pandemi atau kepanikan. 

Melalui ulasan di atas, kamu bisa mengenal panic buying dan panic selling di masa pandemi COVID-19. Kepanikan bukanlah jalan keluar saat pandemi melanda. Bersikap tenang dan berpikir rasional merupakan kunci untuk tetap bisa mengambil keputusan yang tepat dan menguntungkan di tengah pandemi seperti sekarang.

Bagikan
suka artikel ini :