Di akhir tahun 2019, dunia dikejutkan oleh kemunculan virus baru, yaitu Coronavirus COVID-19. Virus ini merupakan bagian dari “keluarga” virus dengan partikel yang bentuknya mirip mahkota, sehingga disebut “Corona”, sesuai dengan etimologi kata tersebut yang berasal dari bahasa Latin.

Pelan-pelan mulai dinyatakan turun status dari pandemi menjadi endemi di seluruh dunia

Setelah melewati waktu cukup panjang, sekitar dua tahun sejak kemunculannya, pelan-pelan Coronavirus COVID-19 pun mulai dinyatakan turun status, dari pandemi menjadi endemi, di seluruh dunia. Indonesia sendiri mulai pelan-pelan memodifikasi berbagai aturan tatap muka untuk menyesuaikan diri dengan status pandemi COVID-19 yang kini mulai berubah jadi endemi ini, tentunya tetap dengan kewaspadaan protokol kesehatan yang masih diterapkan sebagian.

 

“Keluarga” Coronavirus memang sudah sering menyebabkan kehebohan sebelumnya

Nah, ternyata, “keluarga” virus bermahkota ini memang sudah sering sebabkan kehebohan oleh karena mudahnya bermutasi.

Bila ada sebagian dari keluarga Coronavirus yang dapat sebabkan flu dan pilek, maka sebagian lagi dapat sebabkan masalah pernafasan yang cukup berat. Seperti contohnya MERS-COV (Middle East Respiratory Syndrome) yang sempat jadi sorotan di tahun 2012, dan SARS-COV (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang pernah tersebar di 29 negara dan sempat ditakutkan jadi pandemi, di tahun 2002 hingga 2004 lalu.

 

Coronavirus COVID-19

Nah, virus anggota terbaru dari keluarga Coronavirus ini, pertama kali ditemukan di Wuhan, Republik Rakyat Cina, pada akhir tahun 2019 lalu. Sempat diberi nama nCOV (Novel Coronavirus), setelah infeksinya lantas jadi pandemi dan meluas ke seluruh dunia, virus ini disebut sebagai COVID-19 – singkatan dari “Coronavirus Disease 2019”.

 

Fakta COVID-19 di dunia dan di Indonesia

Sejak kemunculannya sampai dengan saat ini, di penghujung tahun 2021, COVID-19 telah menginfeksi lebih dari 275 juta orang di seluruh dunia dan menelan korban sebanyak lebih dari 5 juta jiwa.

Di Indonesia sendiri, sebanyak 4,26 juta orang telah terjangkit COVID-19 dan tak kurang dari 144 ribu orang Indonesia telah meninggal karena virus ini.

 

Varian-varian COVID-19, apa saja?

Karena virus ini dapat dengan mudah bermutasi, maka, pada perkembangan kasus pandemi internasional, berbagai varian lantas ditemukan.

 

Varian Alpha dari Inggris Raya

Varian ini berasal dari Inggris Raya dan pertama terdeteksi pada September 2020. Varian ini lebih mudah menular dibandingkan COVID-19 awal.

 

Varian Beta dari Afrika Selatan

Varian ini berasal dari Afrika Selatan dan pertama dideteksi pada Mei 2020.

 

Varian Delta dari India

Termasuk salah satu yang jauh lebih mudah menular dan potensial berdampak lebih berat, varian ini pertama terdeteksi pada Oktober 2020.

 

Varian Gamma dari Brazil

Varian yang berasal dari Brazil ini pertama terdeteksi pada November 2020.

 

Varian Omicron dari Afrika Selatan

Varian yang terakhir ditemukan ini, yaitu pada awal bulan November 2021, merupakan varian yang tingkat penularannya juga sangat tinggi dan berasal dari Afrika Selatan, seperti varian Beta yang jadi pendahulunya.

Varian ini cukup membuat pemerintah Indonesia kembali bersiap untuk siaga membatasi penyebaran, dengan memblokir kedatangan dari berbagai negara yang sedang marak kasus Omicron, seperti Inggris Raya, Perancis dan Afrika Selatan tentunya.

Kasus pertama COVID-19 dengan varian Omicron sendiri terkonfirmasi pada tanggal 8 Desember 2021. Pasien berinisial N yang jadi kasus perdana Omicron adalah petugas kebersihan yang bekerja di Wisma Atlet tempat karantina COVID-19 di Jakarta. N tidak mengalami gejala apapun dan disinyalir adalah OTG / Orang Tanpa Gejala. N dikarantina di Wisma Atlet mulai 8 Desember, dan ia ternyata sudah divaksin dua kali. Pada tanggal 16 Desember 2021 lalu, N sudah menjalani tes RT-PCR Swab dan dinyatakan negatif COVID-19.

Sampai minggu pertama Januari 2022, disinyalir sudah ada 254 kasus pasien COVID-19 yang terdeteksi terkena varian Omicron, dengan mayoritas rata-rata hanya mengalami gejala ringan saja dan bahkan asimptomatik / tanpa gejala. Mayoritas penularan berasal dari luar negeri, didominasi oleh para turis Indonesia yang lakukan perjalanan luar negeri dari Turki, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Amerika Serikat.

Pemerintah juga berupaya membatasi kedatangan dari luar negeri dengan terapkan aturan karantina 7 hingga 10 hari untuk WNI yang pulang kembali ke Indonesia, maupun WNA yang memiliki KITAS atau izin tinggal terbatas lainnya, dengan aturan sesuai dari SATGAS COVID-19.

 

 

Komorbiditas COVID-19 bisa berakibat fatal

Apa itu komorbiditas? Komorbiditas adalah kondisi dimana seseorang menderita dua penyakit atau lebih pada saat yang bersamaan, sehingga berpotensi tinggi menimbulkan komplikasi. Penyakit-penyakit komorbid biasanya bersifat kronis atau sudah menahun, dan pasien yang mempunyai komorbiditas diduga lebih berisiko menderita gejala yang parah bila terinfeksi COVID-19.

Kombinasi penyakit komorbid ada beragam. Bila seseorang mengidap lebih dari satu penyakit ini: diabetes, hipertensi, kanker, depresi, dan lain-lain sebagainya - maka orang tersebut dapat dikategorikan sebagai "pasien dengan komorbid".

Orang dengan penyakit komorbid memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah, dan punya potensi komplikasi kerusakan organ yang sudah dialami oleh sebab penyakit yang diderita tersebut. Inilah alasan mengapa pasien komorbid jadi sulit melawan gempuran virus COVID-19, yang bisa timbulkan badai sitokin.

 

Waspada “Long COVID-19”

Apa itu "Long COVID-19"? "Long COVID-19" merupakan efek perpanjangan gejala, pada pasien yang sudah dinyatakan sembuh dari COVID-19.

Sejumlah riset mengemukakan bahwa sekitar 10 persen dari penderita COVID-19 dapat mengalami gejala jangka panjang dari penyakit ini. Gejala-gejala ini bisa dirasakan 4 hingga 8 minggu setelah pasien dinyatakan sembuh lewat hasil tes Swab RT-PCR yang sudah negatif. Penyebabnya juga belum diketahui dan terus diteliti.

Ini harus diwaspadai, sebab, sembuh dari COVID-19 belum berarti tak akan terkena gejala jangka panjang, ya!

Gejala Ringan “Long COVID-19”

Termasuk di dalam gejala ringan adalah kelelahan, sesak nafas, nyeri otot, nyeri sendi, jadi pelupa dan sulit konsentrasi, sampai depresi. Nah, bila kamu mengalami satu atau lebih hal tersebut dalam waktu lama bahkan setelah sembuh dari COVID-19, kamu perlu memeriksakan diri ke dokter untuk hindari masalah yang lebih besar.

Gejala Berat “Long COVID-19”

Gejala "Long COVID-19" yang lebih parah kemungkinan dialami sebanyak 10 hingga 15 persen dari kasus penyintas COVID-19, dan 5 persennya dapat berkembang menjadi sakit kritis. Beberapa gangguan parah yang berisiko terjadi, antara lain: kerusakan otot jantung hingga gagal jantung, kerusakan jaringan paru dan gagal nafas, emboli paru, serangan jantung, stroke, gangguan pada otak dan sistem saraf, serta berbagai gangguan fungsi-fungsi kognitif lainnya.

Bagaimana cara mencegah timbulnya “Long COVID-19”?

Karena penyebab mengapa seorang pasien dapat mengalami "Long COVID-19" meski tes Swab RT-PCR sudah negatif masih belum diketahui dengan pasti, maka langkah-langkah pencegahan yang efektif untuk mengatasi kondisi ini pun juga belum ditemukan. Masih dibutuhkan penelitian panjang dan riset lebih dalam untuk mempelajari lebih banyak mengenai COVID-19.

 

Mengenal jenis-jenis vaksin COVID-19

Vaksin merupakan salah satu cara penanganan utama dalam upaya pengendalian penyebaran virus COVID-19, karena program vaksinasi yang efektif dapat menjadi jalur efisien pencapaian herd immunity / kekebalan masyarakat dalam jangka waktu secepat mungkin yang ditargetkan pemerintah.

Bagaimana cara kerja vaksin COVID-19?

Saat ini, di dunia ada lebih dari 200 vaksin COVID-19 yang sedang dikembangkan dalam berbagai tahapan proses, dengan cara kerja yang berbeda-beda pula.

Secara garis besar, saat ini ada empat jenis tipe pengembangan vaksin COVID-19, yaitu:

  1. Vaksin “Whole Virus” (“Live Attenuated / Inactivated”).
    Tipe vaksin ini merupakan patogen utuh yang telah dilemahkan atau dibuat inaktif lewat perubahan fisik atau kimia.
    Contohnya adalah vaksin Sinovac dan Sinopharm.

  2. Vaksin “Protein Subunit”.
    Tipe vaksin jenis ini adalah vaksin yang menggunakan jalur induksi respons imun tubuh, untuk meningkatkan produksi antibody dan respons sel T terhadap COVID-19 dengan cara pemberian komponen atau antigen patogen.
    Contohnya adalah vaksin Novavax.

  3. Vaksin “Nucleic”, DNA atau mRNA.
    Jenis vaksin yang ini menggunakan komponen DNA atau mRNA pada virus, yang memberikan kode pada target vaksin untuk menstimulasi imunitas / kekebalan tubuh pada level seluler.
    Contohnya adalah vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna.

  4. Vaksin “Viral Vector”.
    Vaksin tipe ini memberikan virus pembawa penyakit yang sudah direkayasa sedemikian rupa dengan gen dari patogen target. Vektor virus yang umum digunakan adalah adenovirus. Tipe vaksin ini umumnya dapat menghasilkan respon sistem kekebalan tubuh yang cukup baik.
    Contohnya adalah vaksin Oxford-AstraZeneca dan Johnson & Johnson / Janssen.

 

Vaksin yang tersedia di Indonesia, apa saja?

Saat ini, ada tujuh jenis vaksin COVID-19 yang sudah disahkan untuk digunakan di Indonesia. Ketujuh jenis vaksin ini sudah ditetapkan lewat Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07 / Menkes / 12758 / 2020.

Daftar dari ketujuh vaksin tersebut adalah:

  1. Vaksin Sinovac yang juga dapat disebut / dituliskan sebagai Coronavac.
  2. Vaksin Novavax.
  3. Vaksin Oxford-AstraZeneca.
  4. Vaksin Pfizer-BioNTech.
  5. Vaksin Moderna.
  6. Vaksin Sinopharm.
  7. Vaksin PT. Bio Farma.

 

Indonesia menuju “herd immunity”

Di penghujung tahun 2021, sebanyak 107 juta (atau setara 39 persen) orang Indonesia sudah divaksin dosis lengkap, dan 151 juta (atau setara 55 persen) orang Indonesia berusia 12 tahun ke atas sudah menerima setidaknya satu dosis vaksinasi COVID-19.

Pemerintah merencanakan untuk sudah mencapai herd immunity / kekebalan sebagian besar masyarakat pada awal hingga pertengahan tahun 2022 nanti.

 

Booster vaksin dan vaksin untuk anak usia 6 hingga 11 tahun

Pemerintah Indonesia juga mencanangkan untuk memberikan booster vaksin / dosis tambahan segera di tahun 2022, setelah seluruh WNI sudah divaksinasi lengkap. Sementara ini, booster vaksin hanya dilakukan kepada tenaga medis / nakes yang langsung turun di garda terdepan penanggulangan COVID-19.

Pemberian booster akan mengutamakan lansia di atas usia 60 tahun yang punya komorbiditas, tenaga pengajar dan penegak hukum serta petugas pelayanan masyarakat lainnya.

Sedangkan pemberian vaksin untuk anak usia 6 hingga 11 tahun sudah dimulai pada tanggal 14 Desember 2021 lalu, dan akan dilanjutkan hingga tercapainya herd immunity di tahun 2022 nanti.

 

Selalu patuhi protokol kesehatan

Salah satu cara yang dapat membantu mencegah penyebaran Coronavirus COVID-19 adalah dengan mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.

Protokol kesehatan / prokes yang masih berlaku maupun dianjurkan untuk dijalankan adalah:

  • Menggunakan masker yang memadai saat bepergian atau di tempat umum.
  • Menjaga jarak dengan orang lain.
  • Rutin mencuci tangan dengan sabun selama tak kurang dari 20 detik di bawah air mengalir; atau
  • Rajin membersihkan tangan dengan hand sanitizer.
  • Cek suhu tubuh sebelum memasuki tempat umum.
  • Semprot desinfektan secara berkala.
  • Menjauhi kerumunan orang yang ramai di tempat atau fasilitas umum.
  • Mengurangi mobilitas – hindari bepergian bila tidak betul-betul diperlukan.
  • Menghindari berkumpul bersama terlalu banyak di satu tempat.

 

Tetap waspadai COVID-19, jaga kesehatan harus jadi prioritas utama

Kesehatan adalah harta yang tak ternilai harganya. Inilah sebabnya kesehatan harus selalu dijadikan prioritas utama bagi kita semua.

Nah, apakah kamu juga sudah punya proteksi kesehatan yang memadai? Apakah kamu tertarik untuk tahu lebih lanjut bagaimana kamu bisa menciptakan perlindungan kesehatan bagimu dan orang-orang tersayang di sekelilingmu? GMS solusinya!

Kini, Generali Indonesia menghadirkan Asuransi Tambahan Generali Medical Solution yang dapat dipilih oleh nasabah dalam merencanakan perlindungan kesehatan untuk diri sendiri dan keluarga tercinta. Asuransi Tambahan Generali Medical Solution memberikan perlindungan kesehatan menyeluruh untuk Nasabah yang memerlukan perlindungan kelas satu.

Dilengkapi dengan fasilitas pembayaran biaya perawatan sesuai tagihan dengan fasilitas cashless di jaringan rumah sakit rekanan, hingga wilayah pertanggungan sampai dengan seluruh dunia, GMS juga meng-cover perawatan berbagai penyakit kritis.

Ingin mulai menambahkan GMS ke program asuransimu? Kamu bisa berkonsultasi dengan Agen Generali yang terdekat di kotamu, lewat tautan berikut ini.

Tracking Fakta paling ter-update seputar endemi Coronavirus COVID-19

Bagikan
suka artikel ini :