Haruskah Ikut Asuransi Pendidikan Syariah ? 

Kian meresapnya nilai-nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam di dalam mindset berpikir seorang muslim, membuat dirinya akan selalu mempertanyakan tentang halal dan haramnya suatu produk. Ada dua nilai dasar yang menjadi concern kaum muslim.  

Pertama, tentang halalnya jual beli 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam  suatu ketika ditanya oleh pengikutnya. Pekerjaan apa yang paling baik dilakukan oleh seorang muslim? Lalu Nabi menjawab, bahwa profesi terbaik yang dikerjakan oleh manusia adalah segala pekerjaan yang dilakukan dengan kedua tangannya dan transaksi jual beli yang dilakukannya tanpa melanggar batasan-batasan syariat.

Jadi, jual beli merupakan kegiatan yang dihalalkan. 

Namun, apabila di dalam kegiatan muamalah tersebut terdapat unsur ketidakpastian atau gharar, maka diharamkan. Jika mau menjual 1 kg jeruk dengan harga Rp20ribu kepada konsumen, maka timbangan seberat 1 kg tersebut harus pasti, disaksikan bersama,  tidak boleh dikira-kira. Harus ada kepastian bahwa jeruk tersebut beratnya adalah 1 kg dan masih layak untuk dikonsumsi. 

Dengan kata lain, jangan "beli kucing dalam karung". Pertukaran manfaat yang terjadi dalam transaksi jual beli harus memiliki unsur kepastian, bukan unsur untung-untungan semata. Jadi, jual beli yang tidak ada unsur gharar adalah halal dan sah. Sebaliknya, haram jika ada unsur gharar di dalam transaksi jual beli tersebut. 

Kedua, tentang haramnya riba 

Apa itu riba ? Secara sederhananya apabila kamu meminjam uang sejumlah Rp.10ribu maka pengembaliannya pun harus Rp10ribu. Tidak boleh ditambahi dengan bunga pinjaman. Larangan riba itu jelas difirmankan Allah kepada Nabi Muhammad SAW di dalam Al Quran untuk dipatuhi oleh seluruh umat Islam. "Dan Allah menghalakan jual-beli dan mengharamkan riba.” (Surat Al-Baqarah ayat 275). 

6 unsur yang dilarang Islam dalam asuransi 

Soal gharar dan riba itu sejak sekian dekade lampau telah membuat kaum muslimin ragu-ragu ketika ditawari produk asuransi. Apakah hanya dua hal itu yang dilarang?  

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, pada bulan Oktober 2001. Fatwa MUI tersebut berisi 11 poin yang berisi tentang ketentuan umum, akad dalam asuransi, kedudukan para pihak dalam akad tijarah & tabarru', ketentuan dalam akad tijarah & tabarru’, jenis asuransi dan akadnya, premi, klaim, investasi, re-asuransi, pengelolaan, dan ketentuan tambahan. 

Dalam ketentuan umum fatwa DSN MUI  tersebut, didefinisikan bahwa asuransi Syariah atau disebut dengan Ta’min, Takaful atau Tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah. 

Adapun akad atau perjanjian asuransi yang sesuai dengan syariah  adalah yang tidak mengandung: 

  1. Gharar (penipuan)

  2. Maysir (perjudian)

  3. Riba

  4. Zhulm (penganiayaan)

  5. Risywah (suap)

  6. Barang haram dan maksiat 

Bila keenam unsur di atas tidak ada di dalam sebuah produk asuransi, maka produk tersebut halal. Asuransi yang halal disebut juga asuransi syariah. 

Asuransi  pendidikan syariah

Asuransi pendidikan syariah merupakan bagian dari asuransi syariah. Dari segi akad atau perjanjiannya, adalah berbentuk akad tabbaru atau hibah. Maksudnya, dana pendidikan disepakati akan diberikan kepada penerima hibah (anak) sesuai dengan jenjang pendidikan. Ahli waris juga tetap akan mendapatkan manfaat dana pendidikan apabila peserta asuransi meninggal dunia.

Perjanjian hibah atau akad tabbaru ini halal menurut syariat Islam. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.

Perbedaan dengan asuransi konvensional

Ada sejumlah perbedaan diantara asuransi pendidikan syariah dengan asuransi pendidikan konvensional. Selain berbeda dari segi akadnya, juga berbeda dalam segi: 

  1. Kepemilikan dana 

Kepemilikan dana dalam Asuransi Syariah berdasarkan prinsip sharing risk. Dana peserta asuransi merupakan dana milik semua yang digunakan  oleh peserta asuransi ketika membutuhkan bantuan. Perusahaan asuransi dalam hal ini hanya berposisi sebagai pengelola dana tersebut, bukan pemilik dana. Sedangkan dalam asuransi konvensional, perusahaan selain mengelola juga menentukan dana perlindungan Nasabah yang berasal dari pembayaran premi per bulan.

  1. Menghindari instrumen investasi yang haram 

Asuransi pendidikan unit link syariah tidak boleh memasukkan dana investasi nasabah ke dalam perusahaan yang memproduksi makanan atau minuman haram. Sebaliknya, Asuransi Konvensional bebas-bebas saja tanpa melihat halal atau non-halal. Misalnya, memasukan dana investasi nasabah ke perusahaan minuman beralkohol. 

  1. Surplus underwriting 

Pada asuransi konvensional, semua keuntungan menjadi milik perusahaan. Sedangkan pada asuransi syariah, diberikan kepada peserta bila terdapat kelebihan dari rekening Tabarru’ termasuk jika ada pendapatan lain setelah dikurangi pembayaran santunan/klaim dan hutang kepada perusahaan (jika ada). 

  1. Proses klaim 

Karena prinsip asuransi adalah tolong-menolong, maka  Asuransi Syariah memungkinkan seluruh keluarga inti menggunakan satu polis. Kontribusi tabarru juga lebih ringan dibanding pembayaran premi. Sedangkan pada asuransi Konvensional, satu orang hanya boleh memegang satu Polis.

  1. Wajib zakat

Asuransi Syariah mewajibkan peserta membayar zakat. Jumlahnya ditentukan berdasarkan keuntungan perusahaan. Hal ini tidak berlaku pada Asuransi Konvensional.

6. Wakaf 

Wakaf merupakan penyerahan hak milik atau harta benda yang tahan lama kepada penerima Wakaf atau Nazhir, yang bertujuan untuk kemaslahatan umat. Di dalam asuransi syariah, nasabah akan mendapatkan manfaat wakaf. Dimana sebagian dari manfaat proteksi itu dikelola oleh pihak ketiga seperti misalnya Dompet Dhuafa. Sehingga dengan berasuransi kamu pun juga berwakaf untuk kemaslahatan umat, dan pahalanya akan terus mengalir meskipun pemegang polis sudah meninggal dunia. Sedangkan dalam asuransi konvensional, tidak ada. 

 

Pentingnya asuransi pendidikan 

Literasi tentang asuransi syariah, khususnya asuransi pendidikan syariah, memang masih kurang pada saat ini. Namun dengan memahami nilai-nilai dasar muamalah dalam Islam serta  filosofi asuransi, maka sejatinya dapat diketahui seberapa pentingnya asuransi pendidikan syariah ini. 

Biaya pendidikan anak-anak kelak akan semakin meningkat nilainya, melebihi dari persentase kenaikan penghasilan orang tuanya. Oleh karena itu, untuk menyiapkan masa depan anak-anak dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya resiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, para orang tua semenjak sekarang perlu untuk menyiapkan dana.

Di dalam Al-Quran Surat Al-Hasyr ayat 18, Allah berfirman. “Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” 

Ayat diatas merupakan peringatan agar setiap manusia menyiapkan masa depannya. Salah satu cara untuk menyiapkan masa depan pendidikan anak-anak, adalah dengan ikut dalam kepesertaan asuransi pendidikan syariah.

Asuransi pendidikan syariah diselenggarakan dengan Akad tabarru’ dimana tujuannya untuk  kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Al Quran Surat Al Maidah ayat 2 menyatakan : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” 

Jadi, asuransi pendidikan syariah sudah semestinya dipertimbangkan oleh seorang muslim untuk menyiapkan masa depan pendidikan anak-anak, keluarga, dan dirinya. 

 

Tracking Haruskah Ikut Asuransi Pendidikan Syariah ?

Bagikan
suka artikel ini :